Oleh: Marthin Jonathan Gultom
Praktisi Keuangan, Sekretaris DPD PSI Kota Depok
Bersama sahabat saya, Ust. Hendra Gunawan, saya belajar bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan jembatan untuk memahami kehidupan secara lebih utuh. Saya terlahir sebagai seorang Kristen dan Batak, banyak ditempa di dunia profesional dengan pengalaman organisasi yang terbatas. Sementara beliau adalah seorang Muslim tradisionalis dengan akar budaya Jawa-Sunda yang kuat dan pengalaman panjang di dunia organisasi.
Kami datang dari dua dunia yang berbeda, tetapi dipersatukan oleh pandangan yang sama: menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan keberagamaan yang saling menghargai. Kami percaya bahwa setiap warga, tanpa memandang identitasnya, memiliki peran dan kapasitas untuk turut membangun kota Depok—kota tempat kami lahir, tumbuh, dan berjuang—agar menjadi lebih baik bagi semua.
Melalui diskusi, kerja bersama, dan pengembangan diri yang berkelanjutan, kami berupaya menanamkan nilai kolaborasi lintas iman. Sebab persatuan bukanlah soal menyeragamkan, melainkan merayakan keberagaman dalam satu tujuan: kemaslahatan bersama.
Semangat kebangsaan dan politik kemanusiaan yang kami jalankan berakar dari keteladanan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sosok yang mengajarkan bahwa agama seharusnya menjadi sumber kasih, bukan sekat perbedaan. Bahwa politik seharusnya menjadi alat pengabdian, bukan arena perebutan kekuasaan. Gus Dur menegaskan bahwa kemanusiaan lebih tinggi dari identitas apa pun, dan bahwa Indonesia berdiri kokoh justru karena keberagamannya.
Dalam konteks kehidupan sosial dan politik hari ini, nilai-nilai Gus Dur terasa semakin relevan. Ketika banyak pihak masih sibuk menegaskan perbedaan, beliau justru menunjukkan bahwa keberagaman adalah anugerah yang memperkaya bangsa. Dalam cara berpikir itulah kami belajar, bahwa kolaborasi lintas iman bukan proyek wacana, melainkan praktik nyata untuk memperkuat kohesi sosial dan menghidupkan kembali semangat gotong royong di tengah masyarakat.
Nilai toleransi, keberanian moral, dan cinta tanah air yang diwariskan Gus Dur menjadi sumber inspirasi kami dalam menapaki jalan kebersamaan. Kami percaya, dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang sejati, anak bangsa dari berbagai latar dapat berkolaborasi membangun masa depan yang lebih inklusif, adil, dan beradab.
Pada akhirnya, saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (NU) atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, yang dikukuhkan bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2025.
Anugerah ini bukan sekadar pengakuan atas jasa seorang tokoh bangsa, tetapi juga pengingat bagi kita semua: bahwa perjuangan Gus Dur belum selesai. Ia hidup dalam setiap upaya kita menjaga kemanusiaan, menegakkan keadilan, dan memperkuat persaudaraan lintas iman—di mana pun kita berada.
Keterangan foto:
Marthin Jonathan Gultom (kanan) dan Ust. Hendra Gunawan (kiri) dalam kegiatan diskusi “Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dalam Pemberantasan Korupsi” pada Minggu, 26 Oktober 2025 di Rumah Perubahan (Jakarta Escape), Jl. Mabes 2 No. 5, Jatimurni, Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat.
