"Anak muda sering dijadikan objek pasif dalam politik. PSI ingin mereka menjadi aktif, karena anak muda hari ini adalah pemimpin bangsa di masa depan."
— Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.
Politik sering dianggap sebagai ranah orang tua, namun fakta menunjukkan sebaliknya: generasi muda adalah aktor kunci dalam menentukan arah bangsa. Pada Pemilu 2024, lebih dari separuh pemilih berasal dari generasi muda—Generasi Z (1995–2010) 22,85% dan Milenial (1981–1994) 33,6%, atau total lebih dari 113 juta pemilih. (KPU, 2023)
Meski jumlah pemilih muda dominan, partisipasi formalnya masih rendah. Survei CSIS (Agustus 2022) menunjukkan hanya 1,1% pemilih muda menjadi anggota partai politik atau sayap partai, sementara 43,9% merasa belum bebas menyampaikan kritik terhadap pemerintah. (CSIS, 2022) Data ini menunjukkan bahwa anak muda sering memandang politik sebagai panggung sandiwara, bukan ruang partisipasi nyata.
Tantangan lain adalah politik identitas. Penelitian Harsono Harun (2023) di Kota Malang menegaskan bahwa politik identitas masih dominan di kalangan Gen Z, memengaruhi keterlibatan mereka di media sosial (R=0,172, P=0,021). (Harsono Harun, 2023) Sementara itu, survei IDN Research Institute (Mei–Juli 2023) menunjukkan 59% Gen Z tidak puas dengan kualitas demokrasi, hanya 24,3% yang puas. (IDN Research Institute, 2023) Kondisi ini mengindikasikan risiko alienasi politik jika partisipasi formal dan literasi demokrasi tidak ditingkatkan.
Di sisi lain, media sosial menjadi arena strategis ekspresi politik anak muda. Survei CSIS menunjukkan 81% responden menyampaikan pendapat melalui media sosial, dan 92,8% pernah menyampaikan pendapat langsung kepada pejabat publik atau anggota dewan. (CSIS, 2022) Hal ini membuktikan bahwa anak muda tetap aktif dalam diskursus politik, meski jalur formal masih terbatas.
PSI telah mengajak anak-anak muda menjadi arsitek demokrasi minimal dengan tiga langkah strategis:
1. Membuka Ruang Kolaborasi – Menyediakan ruang aman bagi anak muda untuk berkolaborasi, menciptakan ide, dan merumuskan kebijakan.
2. Meruntuhkan Tembok Identitas – Mendorong diskursus berbasis program dan visi, bukan sekadar kelompok sosial; politik fokus pada solusi nyata.
3. Membangun Fondasi Baru – Meningkatkan partisipasi formal dengan memposisikan partai sebagai wadah co-creation, di mana anak muda terlibat langsung merundingkan kontrak sosial yang lebih adil dan relevan.
Dengan jumlah pemilih muda yang dominan, akses informasi yang luas, dan energi inovatif, generasi muda memiliki potensi transformatif untuk membawa Indonesia menuju demokrasi yang lebih inklusif dan berkualitas. Anak muda bukan lagi penonton; mereka adalah arsitek masa depan bangsa, yang merancang, membangun, dan mengeksekusi perubahan nyata.
Depok, 17 Agustus 2025Oleh: Hendra Gunawan,
Wakil Ketua DPD PSI Kota Depok.